Kamis, 04 Oktober 2012

Robohnya Surau Kami - A.A Navis


KALAU beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpangbis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat.Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpangkecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itunanti akan Tuan temui sebuah surau.Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuranmandi. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuaanya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun iasebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.Sebagai penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yangdipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasilpemunggahan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrahId kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasahpisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolongkepadanya, sedang ia tak pernah meminta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yangminta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Oranglaki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang palingsering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum. Tapi kakek ini sudah tidakada lagi sekarang. Ia sudah meninggal.Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannyasebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yangkehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari. JikaTuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucianyang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari didalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masabodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi. Dan biangkeladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarnya.Beginilah kisahnya. Sekali hari aku datang pula mengupah kepada Kakek. BiasanyaKakek gembiri menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitumuram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya.Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang mengamuk pikirannya. Sebuahbelek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukurtua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belumpernah salamku tak disahutinya seperti saat itu.Kemudian aku duduk di sampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek,"Pisau siapa, Kek?""Ajo Sidi.""Ajo Sidi?"Kakek tak menyahut.Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku inginketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesarbaginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untukdiejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungkuyang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya. Ketika sekali ia menceritakan bagaimanasifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan jadi pemimpin berkelakuanseperti katak itu, maka untuk selanjutnya pemimpin tersebut kami sebutkan pemimpin katak.Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo
 
Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Akuingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi,"Apa ceritanya, Kek?""Siapa?""Ajo Sidi.""Kurang ajar dia." Kakek menjawab."Kenapa?" "Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggorohtenggoroknya.""Kakek marah?""Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam.Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatkurusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan.Sudah begitu lama aku menyerahkan diriku kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orangyang sabar dan tawakal."Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Akutanya lagi Kakek:"Bagaimana katanya, Kek?" Tapi Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali.Karena aku telah berulang-ulang bertanya, lalu ia yang bertanya padaku."Kau kenal padaku, bukan? Sedari kecil aku sudah di sini. Sedari mudaku, bukan? Kautahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutukkah perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semuapekerjaanku?"Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membukamulutnya, di takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaanya sendiri."Sedari mudaku aku di sini, bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punyakeluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin carikaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahuwata'ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya.Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yangkulakukan, sangkamu? Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak Kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayangkepada umat-Nya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedukmembangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiapwaktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya. Alhamdulillah kataku bila aku menerimakarunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya-Allah, kataku bila aku kagum.Apalah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk."Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku,"Ia katakan Kakek begitu, Kek?""Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya."Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku akumengumpati Ajo Sidi. Tapi aku lebih ingin mengetahui apa ceritanya Ajo Sidi yang begitumemukuli hati Kakek.Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya. Dan akhirnya Kakek bercerita juga. “Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “di akhirat, Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan merekatergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyaknya orang yang diperiksa.Maklumlah di mana-mana ada perang.Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seorang yang di dunia dinamai HajiSaleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan dimasukkanke surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada danmenekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya


menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk surga, iamelambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan “selamat ketemu nanti”. Bagai tak habis-habisnya orang yang berantri begitu panjangnya. Susut di muka, bertambah yang di belakang.Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya. Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambiltersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama."Engkau?""Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.""Aku tidak tanya nama. Nama bagiku tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.""Ya, Tuhanku.""Apa kerjamu di dunia?""Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.""Lain?""Setiap hari, setiap malam, bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.""Lain?""Segala tegah-Mu, kuhentikan, Tuhanku. Tak pernah aku berbuat jahat, walaupun duniaseluruhnya penuh oleh dosa-dosa yang dihumbalangkan iblis laknat itu.""Lain?""Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu,menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buahbibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkanumat-Mu.""Lain?"Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan.Tapi ia insaf, bahwa pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belumdikatakannya. Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu lagiapa yang harus dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tibamenghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanyamengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu."Lain lagi?" tanya Tuhan."Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih danPenyayang, Adil dan Mahatahu."Haji Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan memuji Tuhandengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan tidak salah tanyakepadanya. Tapi Tuhan bertanya lagi: "Tak ada lagi?""O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.""Lain?" "Sudah kuceritakan semuanya, o, Tuhanku. Tapi kalau ada yang aku lupamengatakannya, aku pun bersyukur karena Engkaulah yang Mahatahu.""Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang kauceritakan tadi?""Ya, itulah semuanya, Tuhanku.""Masuk kamu."Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidakmengerti kenapa ia dibawa ke neraka. Ia tak mengerti yang dikehendaki Tuhan daripadanyadan ia percaya Tuhan tidak silap. Alangkah tercenggangnya Haji Saleh, karena di neraka itubanyak teman-temannya di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah takmengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang-orang yang dilihatnya di neraka itutak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empatbelas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula.Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakansemuanya. Tapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti juga."Bagaimana Tuhan kita ini?" kata Haji Saleh kemudian, “Bukankah kita disuruhnya-Nya taat beribadat, teguh beriman? Dan itu semua sudahkita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka.”  “Ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang se-negeri dengan kita semua, dan tak
 
kurang ketaatannya beribadat.”  “Ini sungguh tidak adil.”  “Memang tidak adil,” kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh. “Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.”  “Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.”  “Benar. Benar. Benar.” Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh. “Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?” suatu suara melengkingdi dalam kelompok orang banyak itu. “Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh. “Apa kita revolusikan juga?” tanya suara lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpingerakan revolusioner. “Itu tergantung pada keadaan,” kata Haji Saleh. “Yang penting sekarang, mari kita berdemontrasi menghadap Tuhan.”  “Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demontrasi saja banyak yang kita peroleh,” sebuahsuara menyela. “Setuju. Setuju. Setuju.” Mereka bersorak beramai-ramai. Lalu mereka berangkatlah bersama-sama menghadapTuhan. Dan Tuhan bertanya. “Kalian mau apa?” Haji Saleh yang jadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suaramenggeletar dan berirama indah, ia memulai pidatonya: “O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yangpaling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalumenyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikit pun kami membacanya.Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa, setelah kami Engkau panggil kemari, Engkaumasukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tak diingini, maka di sini, atasnama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kaujatuhkankepada kami ditinjau kembali dan memasukkan kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kitab-Mu.”  “Kalian di dunia tinggal di mana?” tanya Tuhan. “Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.”  “O, di negeri yang tanahnya subur itu?”  “Ya, benarlah itu, Tuhanku.”  “Tanahnya yang mahakaya-raya, penuh oleh logam, minyak dan berbagai bahantambang lainnya bukan?”  “Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.” Mereka mulai menjawabserentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlahmereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu. “Di negeri, di mana tanahnya begitu subur, hingga tanaman tumbuh tanpa ditanam?”  “Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.”  “Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.”  “Negeri yang lama diperbudak orang lain?”  “Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.”  “Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkutnya ke negerinya,bukan?”  “Benar, Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.”  “Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedanghasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?”  “Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang pentingbagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.”  “Engkau rela tetap melarat, bukan?”  “Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.”  “Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?”  “Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mumereka hafal di luar kepala.” 
 
 “Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?”  “Ada, Tuhanku.”  “Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniayasemua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka.Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku berikau negeri yang kaya-raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadattidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanyaberamal di samping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin. Engkaukira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji danmenyembahku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. Hai, Malaikat, halaulah merekaini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.” Semua jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diredhai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yangdikerjakannya di dunia itu salah atau benar.Tapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada malaikat yangmengiring mereka itu."Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?" tanya HajiSaleh."Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kautakut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupankaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacirselamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di duniaberkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikit pun."...Demikian cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergimenjenguk."Siapa yang meninggal?" tanyaku kaget."Kakek.""Kakek?""Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikansekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.""Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istrikuyang tercengang-cengang. Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinyasaja. Lalu aku tanya dia."Ia sudah pergi," jawab istri Ajo Sidi."Tidakkah ia tahu Kakek meninggal?""Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.""Dan sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa olehperbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, "dan sekarang ke mana dia?""Kerja""Kerja?" tanyaku mengulangi hampa."Ya. Dia pergi kerja."

»»  Read More...

Rabu, 03 Oktober 2012

Perjalanan Panjangnnya Part III


Hingga pada suatu hari saat di Bagus sedang berada di  toilet dia mendengar suara aneh dari kamar mandi dekat dia keluar tadi. Diintipnya dari kamar mandi yang tadi dia pakai. Dan perkiraan dia pun benar, Bunga sedang memakai barang haram itu. Baguspun langsung bergegas “ Bunga!! Bunga!! Hentikan!! Kau tak boleh begini terus. Kau bodoh!!”
Perkataan bagus pun tidak di gubris oleh Bunga dan akhirnya Baguspun memilih untuk mendobrak pintunya dan melihat Bunga over dosis. Bagus langsung bergegas berteriak mencari ada anak perempuan untuk menolong Bunga karena dia tahu dia tak mungkin menggendong Bunga. Akhirnya 3 anak perempuan. Temannya yang baru saja berolahraga langsung menolong Bunga dan bergegas membawa Bunga kerumah sakit. Sebelumnya Bagus sudah izin dengan guru BP membawa Bunga kerumah sakit tanpa member tahu bahwa Bunga sedang over dosis. Sampai rumah sakit, 3 temannya itu langsung kembali kesekolah tidak Bagus. Bagus  tampak kebingungan, dia merasa kasian sekaligus prihatin kepada Bunga. Hingga akhirnya Dokter keluar.
            “bagaimana keadaan Bunga dok?” Tanya Bagus berharap.
            “Over dosisnya sangat berat. Untung saja kau cepat membawanya kemari. Kalau tidak mungkin dia sudah tidak ada. Bunga mengalami depresi berat sehingga dia menjadi pemakai seperti ini. Apa kau tau sebabnya?”
            Dalam hati dia menjawab, “ini pasti karena keluarganya itu.” Namun akhirnya Baguspun menjawab dengan nada lirih, “saya tidak tahu dok.”
            “Dimana ayah dan ibunya? Kalau begitu kau harus membentunya. Dia seperti tak punya arah mau kemana. Kau harus menolongnya! Tuntunlah dia kejalan yang benar!” saran dokter.
            “baik, Dok. Saya akan berusaha sebisa saya.”
Dan hari itu juga Bunga langsung dibolehkan pulang. Bunga keluar dari ruang sakitnya dan melihat Bagus dengan pandangan tak menyukai. Bagus pun memandang Bunga meskipun dia tahu, itu adalah larangan. Dia takut pandangannya berubah jadi nafsu. Dan sampai didepan Bagus,Bunga langsung mengomel, “ apa maksutmu?? Hah?! Memang kau siapa?! Berani beraninya kau menolongku!!”
Bagus menjawab “ sssttt . diaam!! Ini dirumah sakit. Tak baik kau berteriak teriak seperti ini.”
Akhirnya mereka pun berlalu menuju rumah Bunga. Sampai didepan rumah Bunga, Bagus mengantar Bunga sampai depan pintu rumah sambil merasa tak enak karena sebelumnya dia belum pernah bersama seorang perempuan sedekat ini.
“Bunga…..” kata Bagus ragu ragu.
“apa?? Puas kau?!!kamu tak tahu ya?! Dengan kamu menolongku, kamu menambah beban dan masalahku!! Seharusnya aku sudah berada ditempat yang menyenangkan!!”

“hey!! Kau tak boleh berkata begitu. Kau seharusnya bersyukur. Orang tuamu masih lengkap. Kau masih bisa dibiayai oleh mereka! Kau tak tau? Diluar sana masih ada yang kurang beruntung dari kamu!! Yang tak punya ayah dan ibu. Yang tak bisa sekolah? Tapi kamu? Yang bisa……”
“stop!!! Punya hak apa loe ngomong itu ke gue hah?! Loe bukan siapa siapa gue. Orang tua gue aja gak pernah yang namanya nyeramahin gue. Sekarang loe yang baru gue kenal berani beraninya ceramah panjang lebar ke gue!!
“tapii …..aku… hanya…” balas Bagus terbata bata”
“DIAM!!!!” balas Bunga dengan nada meninggi “pergi kau!!” tambah Bunga sambil membanting pintu keras keras.
Akhirnya Bagus pulang dengan tampang kecewa. Di perjalanan dia berpikir bahwa dia telah berjanji akan menuntun Bunga ke jalan yang lebih baik. 

bersambung ..
»»  Read More...

Perjalanan Panjangnya Part II


Mamah bunga pun bangkit dari kursi yang didudukinya tadi. Dia menghampiri papah Bunga, tanpa menyadari bahwa Bunga telah lama menonton kejadian itu dari balik pintu. Dengan nada lirih dia berkata, “ maafkan aku. Tapi mengertilah, ini yang selama ini aku dambakan. Kuharap kau bisa mengerti dengan semua ini.”
            Papah bunga berkata dengan amarahnya yang menjadi jadi, “ apa?! Katamu aku harus mengerti kamu?! Setiap hari aku selalu sabar, tapi mana pengertianmu?! Aku dan anakmu juga membutuhkanmu!! Kau egois!! Jadi, jangan salahkan kalau sekarang aku jadi seperti ini!!”
            Bunga melihat sambil menahan air matanya. Namun akhirnya air matanya terjatuh dan tak diduga dia langsung masuk dan menjerit, “DIIAAAAMM !!! ada apa ini? Papah? Aku tak percaya!!! Kalian jahat!!”
            Papah dan mamah Bunga tercengang melihat kedatangan Bunga yang tiba tiba. Mamah Bunga menghampiri Bunga dengan mulai menangis sejadi jadinya.
Papah bunga lalu berkata, “ Bunga!! Jangan salahkan papah kalau papah begini!! Lihat mamahmu!!”
Mamah Bunga tak tahan dengan perkataan papah Bunga yang berkata kasar didepan Bunga dan mendorong papah Bunga. Papah Bunga tak terima dan akhirnya menampar Istrinya itu didepan Bunga. Bunga tak percaya. Serasa ada badai yang sangat ganas menimpa pikirannya. Dunia serasa kejam, selama ini dia selalu mendapatkan apa yang dia mau. Namun apa sekarang dan selanjutnya akan begitu setelah kejadiaan ini??
            Bunga bangun dari kursi diruang tamunya. Dia berpikir sejenak apa yang tadi malam dia alami. Serasa semua mimpi!! Atau malah dia ingin jika semua itu hanya mimpi belaka! Semalam ayah dan perempuan yang dibawanya pergi entah kemana. Dan Bunga akhirnya berdua meratapi kejadian yang baru saja dialaminya bersama mamahnya hingga dia tertidur sampai pagi. Dia mulai sadar bahwa hari ini dia sekolah. Waktu menunjukkan pukul 06.00, dengan langkah terguntai, dia memasuki kamar mandi untuk mandi dan segera bersiap. Dia tak pernah sholat, Al Quran pun tak pernah dia sentuh.
Sampai sekolah dia sangat malas. Dia lebih banyak diam sampai akhirnya salah satu temannya menyadari kegalauan hati Bunga.
            “hey kau kenapa?” sambil menepuk pundak Bunga.
            Ternyata dia Ridwan yang dari tadi melihat Bunga yang tampak lesu.
            “Sudaaahh, jangan kau pikirkan masalahmu. Ini pakailah! Sambil memberikan bungkusan berisi serbuk.”
            Bunga menerimanya dengan ekspresi acuh.
Sepulang sekolah dia membuka bungkusan itu. Ternyata itu adalah shabu shabu. Dia bingung apakah dia harus memakainya atau tidak. Namun dengan gesit dia berpikir,
            “Toh keluargaku sudah hancur? Mereka juga tidak akan memikirkan keadaanku.”
Dan dengan cepat dia langsung menghisapnya, hingga sejak saat itu dia menjadi pengguna. Hidupnya semakin hari semakin tidak terarah. Mamah Bunga juga sekarang mulai sibuk lagi dengan pekerjaannya tanpa memikirkan Bunga. Bunga jadi mudah terpengaruh teman temannya yang mendorongnya berbuat tidak terpuji. Namun, disisi lain ada seoarang laki laki yang selalu memperhatikan tingkahnya. Dia adalah Bagus. Bagus mempunyai pribadi yang baik. Sebelumnya dia jebolan dari pondok pesantren. Dia juga anak yang rajin sholat dan setiap hari dia selalu datang di TPQ dekat rumahnya untuk mengaji dan mengajar iqra’ anak anak TK. Di daerahnya dia juga dikenal anak yang baik dan sopan begitupun keluarganya.
»»  Read More...

Perjalanan Panjangnya Part I


Ya , Dia adalah bunga . seorang gadis berumur 15 tahun beragama Islam. Bunga , gadis cantik , anggun , dengan hiasan lesung pipinya membuat dia semakin menawan saja. Dia dilahirkan ditengah tengah keluarga yang bahagia dan berkecukupan. Papah dan mamahnya sangat menyayangi bunga karena dia juga merupakan anak satu satunya yang dipunyai kedua orang tuanya. Apapun yang diinginkan bunga selalu dituruti kedua orang tuanya. Di sekolahnya , dia juga merupakan murid yang pandai dan aktif. Dia merasa beruntung, meskipun bunga juga menyadari bahwa dia tidak pernah mendapat pengajaran agama dari kedua orang tuanya tersebut. Orang tua Bunga juga tidak pernah menjalankan ajaran agama islam. Selama ini semua tentang agama hanya dia pelajari dari sekolah. Bunga tahu betul bahwa semua itu tidak cukup untuk menjadi bekal selama hidupnya, tetapi Bunga tetap acuh dengan pikirannya itu.
Hari ini , adalah hari pertama bunga masuk ke sekolah barunya. Dia baru saja menempuh ujian dan Alhamdulillah lulus hingga akhirnya masuk ke SMA yang dia inginkan. Di sekolah barunya dia mulai beradaptasi dan mulai mendapat teman baru disana. Teman temannya sangat baik padanya. Hingga saatya pulang sekolah, Bunga menunggu mamahnya menjemputnya. Tepat pukul 16.00 Bunga berdiri di depan gerbang sekolah menunggu mamahnya datang. Namun, hingga pukul 17.30 pun mamahnya tidak kunjung datang. Bunga mengeluh kesal. Dia lelah menunggu. Dan hingga akhirnya  Bunga memutuskan untuk pulang sendirian. Pukul 18.00 dia sampai rumah. Dijalan dia telah memikirkan bahwa Bunga akan memarah marahi mamahnya karena mamahnya tidak menjemputnya. Bunga membuka gerbang depan. Namun niat nya pun diurungkan setelah dia mendengar suara berisik di ruang tamu di rumanhya. Hingga sampai didepan pintu  rumah, dia melihat ayahnya dengan minuman keras tampak membawa seorang gadis yang tak Bunga kenal menyimpan amarah yang mungkin sangat lama dia pendam dan ibunya yang duduk dikursi menunduk sambil terisak. Bunga kaget. Karena selama ini dia belum pernah melihat orang tuanya begini.
“ apa kau tak tau malu? Lihatlah dirimu. Apa kau tidak kasian melihat anakmu?” suara mamah bunga terisak.
“aku seperti ini juga karena kau! Kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Kau pikir aku tak membutuhkanmu? Hah?! Dan jangan salahkan aku kalau sekarang aku mencari kesenangan lain.” Papah Bunga membantah.
Mamah bunga memang bekerja disebuah perusahaan. Dia menjabat sebagai wakil direktur sehingga dia selalu sibuk dengan pekerjaannya itu. Mamah Bunga jarang di rumah, namun menurut bunga itu  tidak menjadi masalah untuknya. Lain papahnya, ternyata dia tidak menyukai ibunya menjadi wanita karier sehingga terjadilah semua ini.
»»  Read More...