Rabu, 02 Januari 2013

Aku Sayang Ibu

Aku Sayang Ibu

Ibu . . .
9 bulan aku hidup di rahimmu
Kau beri aku nutrisi melalui plasentamu
Saat cairan anestesi merasuki tubuhmu
Jarum suntik, gunting, silet melukai ragamu, kau hadapi itu
Kau rela merasakan sakit yang teramat sangat hanya untuk melahirkanku
Hingga nyawa pun kau pertaruhkan untukku
Namun rasa sakit itu tak terasa lagi
Ketika kau mendengar tangisan kecilku
Walau hanya 20 Hz kau tetap tersenyum bahagia

Ibu . . .
15 tahun yang lalu
Aku hanya anak kecil yang tak berdaya
Jangankan untuk berlari secepat gelombang elektromagnetik
Berdiri dengan sepasang kaki aku pun tak mampu
Ibarat sebuah grafitasi telah mencengkeram ragaku
Hantaran petir telah menyambar kakiku
Aku hanya terlentang tak berdaya di atas kapas dan anyaman rotan
Lalu kau mengajariku berjalan
Hingga kini aku dapat berlari secepat kilat yang menyambar
Secepat cahaya menembus ruang hampa
Dan berdiri 180 derajat untuk melindungimu

Dahulu aku hanya anak kecil yang bisu
Aku hanya bisa menangis
Lebih dari satu liter H2O selalu keluar dari bola mataku setiap 60 detik
Lalu kau mengajariku berbicara membentuk gelombang transversal
Hingga kini aku punya sebuah gaya untuk membacakan puisi untukmu
Walau gaya itu tak seperti gaya grafitasi
Tak pula seperti gaya gesek
Namun, itu seperti gaya magnet yang bisa menarik hatimu ke medan hatiku Ibu

Ibu . . .
Kau selalu ada untukku
Saat aku putus asa seperti sebuah rumus vektor yang tak pernah diketahui resultannya
Saat aku kesepian seperti dewi malam yang ditinggal para bintang
Saat aku kehilangan harapan bagaikan pungguk merindukan rembulan
Kau menyemangatiku hingga aku dapat mendaki puncak gunung tertinggi
Walau tanpa rumus kinetik tak pula rumus mekanik
Kau menyemangatiku hingga aku dapat sebrangi lautan
Tak peduli badai matahari menghadang, puting beliung melingkar
Kau menyemangatiku hingga aku dapat melakukan lebih dari yang aku bisa

Namun, terkadang aku membuatmu hatimu kecewa
Tak jarang kau juga meneteskan H2O dari matamu
Namun kau selalu tegar
Kau selalu sabar dan tak pernah menyerah
Seperti metode lumpur aktif
Kau terus mendidikku menjadi buah hati yang sempurna
Walau ku tahu, tak ada manusia yang sempurna di jagad raya ini
Namun ketulusanmulah yang membuatku bangga

Ibu.....
Putihnya tulang rusukku tak seputih cintamu,
Hangatnya ultrafiolet tak sehangat dekapanmu,
Lembutnya sutra tak selembut belaianmu
Syahdunya angin laut tak sesyahdu kasihmu
Besarnya bumi tak sebesar kasih sayangmu kepadaku
 Kasih sayang mu seperti tan 90o, yang tak terhingga sepanjang massa
Mungkin aku tak akan pernah bisa membalas semua kebaikanmu
Aku ingin seperti larutan H2SO4
Seperti gelombang radio berfrekuensi 1 MHz
Agar aku bisa menyalurkan arus cinta hatiku ke dalam hatimu dengan cepat
Dan ungkapkan rasa terima kasihku kepadamu

Ibu . . .
Ingin rasanya ku peluk dirimu dengan erat,
Dan bisikkan sepatah kata untukmu
“Aku sayang Ibu”

»»  Read More...

Kelak Nanti, Aku Ingin Menjadi Seperti Dia

Kelak Nanti, Aku Ingin Menjadi Seperti Dia
Saat itu, baru saja rahim Bunda dibobol dengan alat dokter
Bukan lintah yang hanya dijatuhkan silet beberapa menit lalu tumbuh lainnya
Tak semudah itu
Rasa sakit melanda jiwanya bak tertimpa katrol ganda 1 ton
Airmatanya mengalir tanda ingin mengakhiri kesakitan itu
Dia tak pernah merumuskannya dengan waktu yang dia tempuh
Bukan juga dengan rumus v=s/t
Dia merumuskannya dengan kelembutan hatinya

Tangisku mulai menggelegar bak petir dahsyat
Namun dapat diatasi oleh lempeng tembaga
Saat itu, baru saja aku keluar dari rahim Bundaku
Aku mulai mengenalnya
Mudahnya mengenal Bundaku
Bak apel yang jatuh karena gravitasi bumi, mudah
Saat telingaku dikumandangkan adzan oleh Ayah
Saat itu aku baru saja menuju menara tanpa tangga sebagai bidang miring

Bundaku bak matahari yang memberikan panasnya untuk alam
Dan aku bukan apa-apa
Hujan asam, musim panas, dia terima dengan sabar dan lapang
Bunda memang bukan besi yang dapat berkarat
Dia emas, bak anting-anting berlapis emas
Dan ketika pasangannya pun hilang,
Dia tetap setia dengan pengorbanannya untuk sang pemilik
pengorbanan ibuku seperti 1 dibagi 0 yang tak pernah ada habisnya

Ketika kepedihan itupun dimulai
Rasa itu bak larutan H2SO4, NaCl,KOH yang dijadikan satu
Byaaarrr!! Segalapun seakan ingin keluar dari dalam diri Bundaku
Namun dia adalah yang tertegar
Siang malam, dia mencarikanku sebutir nasi yang kaya akan karbohidrat
Mengusahakan setetes susu serta air bersih yang dihiasi reaksi redoks
Dan tak lupa seulas senyum yang selalu di canangkan,
 Walau luka sayat yang merobek pembuluh darah

Aku tumbuh dengan manisnya di kehidupan bak menara ini
Kini aku menemukan bidang miring itu
Sudah 3 x 5 tahun aku dibimbing oleh Bunda
Bak lebah yang membantu penyerbukan bunga
 Bunda membantuku tumbuh dan berkembang
Pekerjaan yang tak mungkin dilakukan anak TK,
 untuk menghitung stoikiometri atau bahkan ikatan kimia

Kepedihannya menjadikanku semakin dewasa
Hatiku memang tak lembut, dan aku tak mudah dikenal
Aku juga bukan emas, dan aku bukan apa-apa
Aku bukan bidang miring untuk seseorang
  Akupun tak sesetia dia
 Aku kepadanya bak 0 dibagi 1 yang hasilnya adalah 0

Kepedihan memang mengubah
Aku memang tak setegar Bundaku
Namun, kelak aku ingin menetralkan perasaannya dengan asam basaku
Aku ingin mencarikan pasangan anting yang hilang itu
Dan kelak nanti aku ingin menjadi seperti dia




»»  Read More...