Selasa, 16 April 2013

Tak Menggantikan, Bukan Berarti Tak Mengindahkan

Langit itu terbalut kapas hitam, menculik sang Mentari untuk tak tetap tinggal

Hujan itu turun, membasahi pakaian-pakaian sang Bumi yang dikenakan

Sekejap petir itu bermusuhan, beradu suara untuk memenangkan pertarungan

Kini, suasana mencekam menjadi panganan sehari-hari

Tak ada yang mau menolong sang Mentari untuk tetap tinggal

Tak ada yang mau memayungi sang Bumi

Juga, permusuhan petir itupun semakin memanas tanpa ada yang mau melerai

Seluruh populasi berduyun-duyun ke kandang nyaman mereka
Tanpa meninggalkan seiris rasa yang menoreh kebaikan

Tapi lelaki itu berbeda
Lelaki itu tak sama
Tak pernah sedikitpun ia egois
Tak pernah sedikitpun ia menang sendiri
Dia sangat tegar

Hujan, badai, dia tempuh dengan dada yang lapang
Seluruh raga sepaket dengan jiwa ia taruhkan untuk bekerja keras
Sebutir nasi dia cari dari satu tempat ke tempat yang lain
Sekrincing uang dia kumpulkan untuk sekolahku, untukku

Aku tumbuh di lingkungan yang ekstrem seperti saat masa paleolithikum
Tanpa pernah mengenal ibu
Tanpa mengetahui anggunnya wajah ibu yang tersenyum
Tanpa belajar mencintai dengan kelembutan
Namun bersama ayah aku berusaha mengarungi hidup ini
Belajar mencintai dengan kebijaksanaan

Tak pernah bisa di animasikan, bagaimana aku dapat bertahan hidup
Bagaimana aku dapat berlindung dari hiruk pikuk pasar bebas di Bumi ini
Tanpanya, tanpa lelaki itu
Ayahku

Aku tak pernah tahu tentang kelembutan
Aku tak pernah tahu tentang keanggunan
Aku tak pernah tahu bagaimana berdandan
Dan aku tak mengenal sosok ibuku yang ku cintai itu

NamunAku tahu ketegasan
Aku tahu perjuangan di arena luar
Aku tahu bagaimana aku kokoh saat digoyak-goyakkan
Aku mengenal ayah, sebagai guruku menantang dunia luar
Ibu tak tergantikan oleh ayah, Namun ayah dapat mengindahkan sesuatu yang tak tergantikan itu